Di zaman sekarang, kajian dan diskusi terkait ilmu tauhid atau ilmu kalam tidak sebanyak ilmu-ilmu yang lain. Di pengajian umum, misalnya, seringkali yang dibahas hanya berputar di antara fikih dan tasawuf, sangat jarang sekali ilmu tauhid menjadi pembahasan utama.
Hal ini sangat mengkhawatirkan. Bagaimana tidak? Ilmu tauhid merupakan fondasi utama dari akidah Islam yang benar, dan ketidakpahamannya dapat mengakibatkan terjerumusnya masyarakat awam dalam pemahaman akidah yang salah. Sebagai contoh, ketidaktahuan tentang konsep tauhid dapat menyebabkan seseorang terpengaruh oleh ajaran sesat atau perpecahan dalam umat Islam.
Oleh karena itu, melalui tulisan ini, penulis berusaha menghidupkan kembali kajian tentang ilmu tauhid. Tulisan ini akan membahas pengertian ilmu tauhid, topik-topik yang dibahas dalam ilmu ini, serta alasan mengapa ilmu tauhid wajib dipelajari. Simak ulasannya di bawah ini.
Definisi Ilmu Tauhid
Sebenarnya banyak sekali ulama yang mendefinisikan ilmu tauhid, namun pendapat yang paling banyak diikuti adalah pendapat Imam Adhuddin al-Iji, pengarang kitab al-Mawaqif. Dalam kitabnya ia berkata:
هُوَ عِلْمٌ يَقْتَدِرُ مَعَهُ عَلَى إثْبَاتِ ٱلْعَقَائِدِ ٲلدِّينِيَّةِ بِإِيرَادِ ٱلْحُجَجِ وَدَفْعِ ٱلشُّبَهِ
“Ilmu tauhid adalah ilmu yang mampu memberikan kebenaran akidah agama dengan mendatangkan hujjah (dalil yang tidak mungkin salah) dan mematahkan semua syubhat (akidah-akidah selain Islam).”
Definisi ini menggarisbawahi pentingnya ilmu tauhid dalam menjaga kebenaran akidah umat Islam. Ilmu tauhid memastikan bahwa setiap keyakinan yang diterima oleh umat Islam memiliki dalil yang kuat dan sahih, serta mampu menolak akidah-akidah yang salah atau menyeleweng.
Pembahasan Ilmu Tauhid
Terdapat perbedaan pendapat di antara ulama mutaqaddimin (kuno) dan mutaakhirin (kontemporer) terkait apa yang dibahas dalam ilmu tauhid.
Ulama mutaqaddimin menjelaskan bahwa ilmu tauhid mencakup pembahasan tentang Dzat Allah, sifat-sifat-Nya, serta hal-hal terkait awal mula manusia dan keadaan manusia di hari kiamat. Namun, seiring waktu, pembahasan ini sering diperdebatkan, seperti perdebatan antara golongan Muktazilah dan Atsariyah yang sulit mencapai kesepakatan final.
Untuk menghindari perdebatan yang tiada akhir, ulama mutaakhirin kemudian memperluas cakupan ilmu tauhid ke arah nadzar (penalaran), ahkamun nadzar (aturan penalaran), dan umurul ammah (aspek-aspek umum) yang semuanya berfungsi untuk membuktikan kebenaran akidah Islam. Misalnya, nadzar dan ahkamun nadzar membantu dalam menganalisis dan mempertahankan argumen akidah Islam dari perspektif logika dan argumen yang rasional.
Kewajiban Mempelajari Ilmu Tauhid
Setelah memahami apa yang dibahas dalam ilmu tauhid, penting untuk mengetahui hukumnya mempelajari ilmu ini. Mempelajari ilmu tauhid bagi orang mukallaf adalah wajib hukumnya. Imam Ibnu Ruslan dalam pendahuluan kitab Zubad mengatakan:
أوْلُ وَاَجِبٍ عَلَى ٱلْإِنسَانِ # مَعْرِفَةُ الإله بِاسْتِيقَانٍ
“Kewajiban awal bagi manusia adalah ma’rifatul ilah (mengenal Tuhan) dengan yakin.”
Senada dengan Ibnu Ruslan, Syekh Az-Zarnuji dalam Ta’lim Muta’alim menyatakan bahwa mempelajari ilmu tauhid lebih didahulukan daripada ilmu lainnya. Bahkan, seseorang yang hanya mengikuti pendapat imam tertentu tanpa berusaha memahami sendiri melalui dalil dianggap berdosa:
وَيُقَدِّمُ عِلْمَ ٱلتَّوْحِيدِ وَٱلْمَعْرِفَةَ وَيَعْرِفُ ٱللَّهَ تَعَالَى بِٱلدَّلِيلِ، فَإِنَّ إِيمَانَ ٱلمُقَلِّدِ ـ وَإِنْ كَانَ صَحِيحًا عِندَنَا ـ لَكِنْ يَكُونُ آثِمًا بِتَرْكِ ٱلِاسْتِدْلَالِ
“Hendaknya lebih dahulu mempelajari ilmu tauhid dan mengenali Allah dengan dalilnya. Karena orang yang imannya hanya taklid sekalipun menurut pendapat kita sudah sah, tetap berdosa karena tidak mau beristidlal dalam masalah ini.”
Pengetahuan dasar tentang ilmu tauhid yang harus dipahami setiap Muslim mencakup pengenalan Allah dan sifat-sifat-Nya dengan dalil yang bersifat global dan sederhana. Sementara itu, mempelajari ilmu tauhid secara mendalam dihukumi fardhu kifayah, yaitu kewajiban kolektif untuk memastikan adanya ahli dalam ilmu ini yang mampu menjaga akidah umat Islam dari pemahaman yang menyeleweng.
Tauhid Aswaja Mengikuti Imam Asy’ari dan Maturidi
Mayoritas umat Islam, atau Ahlussunnah wal Jamaah, dalam ilmu tauhid mengikuti cara berpikir Imam Abu Hasan al-Asy’ari (wafat 323 H) dan Imam Abu Manshur al-Maturidi (wafat 333 H). Keduanya merupakan penjaga kemurnian akidah umat Islam pada masanya. Mereka berperan penting dalam memastikan bahwa akidah umat Islam tetap murni dan tidak terpengaruh oleh aliran-aliran sesat.
Kesimpulan
Ilmu tauhid memegang peranan krusial dalam menjaga kemurnian akidah Islam dan harus menjadi prioritas dalam pembelajaran agama. Memahami ilmu tauhid tidak hanya memastikan bahwa keyakinan kita berdasar pada dalil yang sahih, tetapi juga melindungi kita dari kesalahan dan ajaran yang menyeleweng.
Oleh karena itu, sangat penting bagi ulama, lembaga pendidikan, dan seluruh umat Islam di Indonesia untuk menjadikan ilmu tauhid sebagai fokus utama dalam kajian dan pembelajaran. Banyak masyarakat awam yang masih kurang memahami dasar-dasar ilmu tauhid, yang bisa menyebabkan mereka terpengaruh oleh ajaran-ajaran yang menyimpang.
Mari kita semua berkomitmen untuk meningkatkan pemahaman dan pendalaman ilmu tauhid. Dengan pengetahuan yang kuat dan benar, kita dapat memastikan bahwa akidah kita tetap kokoh dan sesuai dengan ajaran Islam yang murni. Semoga Allah memberkahi usaha kita dan membimbing kita dalam memahami dan mengamalkan ilmu tauhid dengan benar. Wallahu a’lam.
Penulis: Mahirur Riyadl
Bskd