Sayyidah Fatimah binti Rasulullah SAW lahir pada hari Jum’at 20 Jumadil Akhirah lima tahun sebelum masa kenabian, ketika usia Rasulullah SAW 35 dan ikut andil dalam peletakan Hajar Aswad saat Ka’bah dibangun ulang oleh Quraisy.
Beliau merupakan anak terakhir dari enam bersaudara sekaligus putri terkecil Sayyidah Khadijah. Adapun saudara-saudarinya yang lain adalah Al-Qosim, Abdullah, Zainab, Ruqoyyah dan Ummi Kultsum. Ditambah satu lagi yang beda ibu, yaitu Ibrahim dari Sayyidah Mariyah Al-Qibtiyah yang berdarah Mesir.
Setelah hijrah bersama ayahnya, Sayyidah Fatimah sudah memasuki usia yang sangat matang untuk menikah, bahkan termasuk sangat telat di masa itu. Saat itu usianya sekitar 18 tahun.
Adapun keterlambatan pernikahan beliau dikarenakan sibuk mendampingi ayah tercintanya sejak awal diturunkannya wahyu, terlebih setelah ketiga saudarinya menikah dan Sayyidah Khadijah wafat. Sehingga, mau tidak mau, Sayyidah Fatimah lah yang mengurusi Rasulullah SAW hingga beliau mendapat julukan: أُمُّ أَبِيْهَا, “Ibu bagi ayahnya.”
Sebelum dilamar oleh Sayyidina Ali, beberapa sahabat dekat Rasulullah SAW mencoba untuk melamarnya, akan tetapi lamaran itu ditolak oleh Rasulullah SAW dengan alasan menunggu ketentuan dari Allah SWT.
Di antara mereka yang ditolak lamarannya adalah Abu Bakar, Umar bin Khattab dan Abdurrahman bin Auf. Setelah ketiga pembesar sahabat nabi ini ditolak, akhirnya mereka menemui Sayyidina Ali agar melamar Sayyidah Fatimah. Sebagian dari mereka berkata,
“Jika kau meminta Fatimah dari Rasulullah SAW, sungguh Rasulullah akan menikahkanmu dengan putrinya.”
Setelah melewati berbagai keraguan, akhirnya Sayyidina Ali memberanikan diri untuk melamar Sayyidah Fatimah dari ayahnya. Lamaran itu diterima dan menikahlah putra dan putri terbaik Bani Hasyim pada tahun 2 H pasca peristiwa perang Badar.
Dari pernikahannya dengan Sayyidina Ali, Sayyidah Fatimah dikarunia lima orang anak yaitu Hasan, Husein, Muhassin, Zainab dan Ummi Kultsum.
Akan tetapi, hanya dari Hasan dan Husein-lah keturunan Ahlul Bait berlanjut. Sedangkan yang lainnya terputus, begitupun dari putra-putri dan cucu Rasulullah SAW yang lainnya.
Sayyidah Fatimah wafat 6 bulan setelah ditinggal seseorang yang paling ia cintai selama hidupnya, yaitu ayahnya, Rasulullah SAW.
Sayyidah Fatimah sudah tahu betul bahwasannya beliau adalah orang yang pertama yang akan menyusul Rasulullah SAW, sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Sayyidah Aisyah:
فَلَمَّا مَرِضَ النَّبِيُّ ﷺ دَخَلَتْ فَاطِمَةُ، فَأَكَبَّتْ عَلَيْهِ، ثُمَّ رَفَعَتْ رَأْسَهَا فَبَكَتْ، ثُمَّ أَكَبَّتْ عَلَيْهِ وَرَفَعَتْ رَأْسَهَا فَضَحِكَتْ، فَقُلْتُ: إِنِّيْ كُنْتُ أَظُنُّ أَنَّ هَذِهِ مِنْ أَعْقَلِ نِسَائِنَا، فَإِذًا هِيَ مِنَ النِّسَاءِ. فَلَمَّا تُوُفِّيَ، قُلْتُ لَهَا: رَأَيْتُكِ حِيْنَ أَكْبَبْتِ عَلَى النَّبِيِّ فَرَفَعْتِ رَأْسَكِ فَبَكَيْتِ، ثُمَّ أَكْبَبْتِ عَلَيْهِ فَرَفَعْتِ رَأْسَكِ فَضَحِكْتِ، مَا حَمَلَكِ عَلَى ذَلِكَ؟ قَالَتْ: «إِنِّيْ إِذًا لَنَذِرَةٌ، أَخْبَرَنِيْ أَنَّهُ مَيِّتٌ مِنْ وَجْعِهِ هَذَا فَبَكَيْتُ، ثُمَّ أَخْبَرَنِيْ أَنِّيْ أَسْرَعُ أَهْلِ بَيْتِهِ لُحُوْقاً بِهِ فَذَاكَ حِيْنَ ضَحِكْتُ»
“Ketika Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam sakit, Fatimah masuk, dia mendekat ke Nabi, dia mengangkat kepalanya lantas menangis, kemudian mendekat lagi dan mengangkat kepalanya, lantas tertawa. Aku berkata, ‘Sungguh aku mengira Fatimah adalah wanita paling berakal, ternyata dia wanita biasa saja.’
Setelah Rasulullah SAW meninggal, aku berkata kepada Fatimah,
“Aku melihatmu ketika mendekati Rasulullah, kau mengangkat kepala lantas menangis, kemudian kau mendekat lagi mengangkat kepala lantas tertawa, apa yang membuatmu begitu?”
Fatimah menjawab,
“Beliau mengabarkan bahwa beliau akan meninggal dari sakitnya ini, lantas aku menangis. Kemudian beliau mengabarkan bahwasannya aku adalah Ahli Baitnya yang paling cepat menyusulnya, lantas aku tertawa.” (HR. Hakim no. 7715)
Dalam riwayat tambahan dari Thabrani di Al-Mu’jam Al-Kabir, Rasulullah SAW bersabda:
“إِنَّكِ سَيِّدَةُ نِسَاءِ أَهْلِ الْجَنَّةِ إِلَّا مَا كَانَ مِنَ الْبَتُوْلِ مَرْيَمَ بِنْتِ عِمْرَانَ”.
“Sesungguhnya engkau adalah pemimpin wanita ahli surga, selain Al-Batul Maryam binti Imran.”
Beliau wafat pada tahun yang sama, yaitu 11 H. Tepat pada bulan Ramadhan malam selasa berdasarkan riwayat yang rojih. Sebagian menyatakan pada tanggal Raibul Akhir, Rajab, dan 3 Jumadil Akhir.
Setelah meninggal, beliau dimakamkan oleh Sayyidina Ali di Baqi’. Beliau berkata:
أَرَى عِلَلَ الدُّنْيَا عَلَيَّ كَثِيْرَةً # وَصَاحِبُهَا حَتَّى الْمَمَاتِ عَلِيْلُ
لِكُلِّ اجْتِمَاعٍ مِنْ خَلِيْلَيْنِ فُرْقَةٌ # وَكُلُّ الَّذِيْ دُوْنَ الْفِرَاقِ قَلِيْلُ
وَإِنَّ افْتِقَادِيْ فَاطِماً بَعْدْ أَحْمَدٍ # دَلِيْلٌ عَلَى أَلاَّ يَدُوْمَ خَلِيْلُ
Kulihat rasa sakit yang disebabkan dunia kepadaku sangatlah banyak, sedangkan pemilik penyakit tersebut tetap akan merasakan sakit sampai mati.
Setiap kebersamaan sepasang kekasih akan menemui perpisahan, sedangkan yang tak menemui perpisahan sangatlah sedikit.
Sesungguhnya kehilanganku atas Fatimah setelah Ahmad (Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam), adalah tanda bahwa kekasih itu tidaklah abadi.
Diriwayatkan dalam satu kesempatan, ketika Sayyidina Ali menziarahi makam Sayyidah Fatimah, beliau menggubah sebuah Syair:
مَا لِيْ أَرَاهَا لَا تَرُدُّ سلامي # هل حرمت عند اللقاء كلامي
Entah kenapa engkau tak lagi menjawab salamku. Apakah kau mengharamkan pembicaraan ketika bertemu (denganku)?
قال الحبيب وكيف لي بجوابكم # وأنا دفين مقابر وترابِ
Sang Kekasih berkata, “Bagaimana aku bisa menjawabmu, sedangkan aku tertimbun tanah di bawah kubur?”
فعليكم مني السلام تقطعت # مني إليكم خلة الأحبابِ
“Bagimu salam dariku, yang menyebabkan hati para pecinta tercabik-cabik.” []
Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 20 Januari 2022. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.
————-
Penulis: Imam Abdullah El-Rashied
Editor: Iqbal
Sumber : https://www.laduni.id/post/read/74126/sejarah-singkat-sayyidah-fatimah-az-zahra-pemimpin-perempuan-surga-bagian-1.html
0 Comments